Go to full page →

Elisa, Setia dalam Perkara Kecil Pd 43

Tahun-tahun permulaan kehidupan nabi Elisa dilalui di kesunyian kehidupan desa, di bawah pengajaran Allah serta alam, dan disiplin dari pekerjaan yang bermanfaat. Pada suatu masa ketika kemurtadan nyaris melanda semuanya, ternyata rumah tangga ayahnya di antara sejumlah orang yang tidak menyembah kepada Baal. Rumah tangga mereka adalah tempat di mana Allah dihormati, dan dimana kesetiaan kepada tugas merupakan peraturan kehidupan setiap hari. Pd 43.6

Sebagai putera seorang petani yang berada, Elisa telah mengambil pekerjaan yang paling dekat. Sementara ia memiliki kemampuan sebagai pemimpin, ia mendapatkan pendidikan dalam kewajiban hidup yang umum. Untuk dapat memimpin dengan bijaksana, ia harus belajar menurut. Dengan setia dalam perkara-perkara yang kecil, ia telah siap untuk tugas yang lebih berat. Pd 43.7

Dengan roh yang rendah hati dan luwes, Elisa juga memiliki tenaga dan mempunyai pendirian yang teguh. Ia merindukan kasih dan takut akan Allah, dan di dalam tugas pekerjaan sehari-hari ia memperoleh kekuatan dalam tujuan dan keagungan tabiat, bertumbuh dalam karunia serta pengetahuan ilahi. Sementara bekerja sama dengan ayahnya dalam kewajiban rumah tangga, ia belajar untuk bekerja sama dengan Allah. Pd 44.1

Panggilan untuk bernubuat datang kepada Elisa tatkala ia bersama hamba-hamba ayahnya tengah membajak ladang. Tatkala Elia, yang dituntun ilahi mencari seorang penggantinya, melontarkan jubahnya ke bahu orang muda itu, Elisa mengakui dan mentaati panggilan itu. Ia “ mengikuti Elia dan menjadi pelayannya.” I Raja 19:21. Bukanlah pekerjaan besar yang pertama-tama dituntut dari Elisa; dalam kewajiban-kewajiban umum ia tetap memperlihatkan disiplin. Dikatakan bahwa ia menuangkan air ke tangan Elia, tuannya. Sebagai pembantu sang nabi, ia tetap membuktikan dirinya setia dalam perkara-perkara yang kecil, sementara setiap hari ia memperkuat tekadnya mengabdikan dirinya kepada tugas yang ditetapkan Allah baginya. Pd 44.2

Ketika ia mula-mula dipanggil, keputusannya telah diuji. Pada waktu ia mengikuti Elia ia diminta oleh sang nabi untuk kembali ke rumah. Ia harus menghitung nilainya-menetapkan bagi dirinya sendiri, menerima ataukah menolak panggilan itu. Tetapi Elisa memahami nilai kesempatannya. Bukan untuk sesuatu keuntungan duniawi akan ia biarkan kemungkinan untuk menjadi jurukabar Allah, atau mengorbankan kesempatan bergaul dengan hambaNya. Pd 44.3

Bila waktu berlalu dan Elia siap untuk diubahkan, Elisa telah siap untuk menjadi penggantinya. Dan sekali lagi iman dan keputusannya diuji. Dengan menyertai Elia dalam tugas pelayanannya, mengetahui perubahan yang akan segera terjadi, di setiap tempat ia diundang oleh nabi itu untuk kembali. “Baiklah tinggal di sini,” kata Elia, “sebab Tuhan menyuruh aku ke Betel.” Tetapi dalam pekerjaannya membajak tanah, Elisa telah belajar untuk tidak merasa gagal atau menjadi kecewa dan sekarang tangannya sudah memegang bajak dalam sidang pekerjaan yang lain, ia tidak akan menyimpang dari tujuannya. Seberapa banyak datang undangan untuk kembali, jawabnya adalah, “Demi Tuhan yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.” II Raja 2:2. Pd 44.4

“Lalu berjalanlah keduanya . . . keduanya berdiri di tepi sungai Yordan. Lalu Elia mengambil jubahnya, digulungnya, dipukulkannya ke atas air itu, maka terbagilah air itu ke sebelah sini dan ke sebelah sana, sehingga menyeberanglah keduanya dengan berjalan di tanah yang kering. Dan sesudah mereka sampai di seberang, berkatalah Elia kepada Elisa: Mintaapa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu. Jawab Elisa: Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu. Berkatalah Elia: Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian dan jika tidak, tidak akan terjadi. Sedang mereka berjalan terus berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai.” Pd 44.5

“Ketika Elisa melihat itu maka berteriaklah ia: Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda! Kemudian tidak dilihatnya lagi, lalu direnggutkannya pakaiannya dan dikoyakkannya menjadi dua koyakan. Sesudah itu dipungutnya jubah Elia yang telah terjatuh, lalu ia berjalan hendak pulang dan berdiri di tepi sungai Yordan. Ia mengambil jubah Elia yang telah terjatuh itu, dipukulkannya ke atas air itu sambil berseru: Di manakah Tuhan, Allah Elia? Ia memukul air itu, lalu terbagi ke sebelah sini dan ke sebelah sana maka menyeberanglah Elisa. Ketika rombongan nabi yang dari Yerikho itu melihat dia dari jauh, mereka berkata: Roh Elia telah hinggap pada Elisa. Mereka datang menemui dia, lalu sujudlah mereka kepadanya sampai ke tanah.” II Raja 2:6-15. Pd 45.1

Mulai sekarang Elisa berdiri di tempat Elia. Dan ia yang setia dalam perkara yang terkecil, membuktikan dirinya juga setia dalam perkara yang besar. Pd 45.2

Elia, orang yang penuh kuasa, telah menjadi perkakas Allah untuk menumbangkan kejahatan-kejahatan besar. Penyembahan berhala yang ditunjang oleh Ahab dan Izebel yang kafir, yang telah menggoda bangsa itu, telah dirubuhkan. Nabi-nabi Baal telah dibunuh. Seluruh bangsa Israel sangat tergerak dan banyak kembali menyembah Allah. Sebagai pengganti Elia diperlukan orang yang berhati-hati, pengajaran yang tekun dapat memimpin Israel dalam jalan yang aman. Untuk pekerjaan ini, latihan Elisa yang mula-mula di bawah tuntunan Allah telah mempersiapkan dia. Pd 45.3

Pelajaran ini adalah untuk semua orang. Tidak seorang pun tahu apa maksud Allah dalam disiplinnya; tetapi semua orang bisa memastikan bahwa kesetiaan dalam perkara yang kecil merupakan bukti kelayakan untuk tanggung jawab yang besar. Setiap gerak kehidupan adalah pernyataan tabiat dan barangsiapa dalam perkara kecil membuktikan dirinya “sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu” (II Tim 2:15) akan dipermuliakan Allah dengan kepercayaan yang lebih besar. Pd 45.4