Semua orang di dunia yang memberikan pelayanan sejati kepada Allah atau kepada sesama manusia menerima latihan persiapan dalam sekolah penderitaan. Semakin berat kepercayaan yang diberikan dan semakin tinggi pelayanan, semakin ketat ujiannya dan semakin berat disiplinnya. Pd 113.5
Pelajarilah pengalaman Yusuf dan Musa, Daniel serta Daud. Bandingkan sejarah permulaan Daud dengan sejarah Solaiman, dan pertimbangkan akibat-akibatnya. Pd 113.6
Ketika masih muda Daud bergaul akrab dengan Saul dan hidupnya di istana serta hubungannya dengan isi rumah tangga raja memberikan suatu wawasan ke dalam kekhawatiran dan kesedihan serta kebingungan yang yang tersembunyi oleh kemilau dan kemegahan istana kerajaan. Ia melihat betapa kecil nilainya kemegahan manusia untuk membawa kedamaian kepada jiwa. Dan dengan perasaan lega dan gembira ia kembali dari istana raja ke kandang, dan kawanan domba. Pd 113.7
Ketika kecemburuan Saul berkobar, ia menjadi pelarian ke padang gurun, Daud, terputus dari bantuan manusia, lalu lebih banyak bersandar kepada Allah. Ketidakpastian dan kegelisahan kehidupan di padang belantara, bahaya yang tiada henti-hentinya, keperluan untuk kerap kali melarikan diri, tabiat orang yang berhimpun dengan dia di sana, “setiap orang yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati,“(I Sam 22:2)-semuanya itu menuntut disiplin diri yang ketat. Pengalaman ini membangkitkan dan memperkembang kekuatan untuk berhadapan dengan manusia, simpati kepada orang yang tertindas serta kebencian terhadap ketidakadilan. Dengan adanya tahun-tahun yang menunggu, dan berada dalam ancaman bahaya, Daud belajar untuk mencari Allah sebagai penghiburnya, penunjang hidupnya. Ia belajar bahwa hanya melalui kuasa Allah ia bisa sampai di takhta; hanya dalam hikmatNya ia dapat memerintah dengan bijaksana. Dengan pendidikan di sekolah disertai kesukaran dan kesedihan, Daud sanggup membuat catatan— walau kemudian dikaburkan oleh dosanya yang besar-sehingga ia “ menegakkan keadilan dan kebenaran bagi seluruh bangsanya.” II Sam 8:15. Pd 114.1
Disiplin dari pengalaman Daud yang mula-mula, kurang dalam diri Solaiman. Dalam keadaan, dalam tabiat serta dalam kehidupan, ia tampaknya lebih disenangi dari yang lain-lainnya, anggun ketika muda, perkasa ketika dewasa, dikasihi Aliahnya. Solaiman tampil dalam suatu pemerintahan yang memberikan harapan tinggi mengenai kemakmuran dan kehormatan. Bangsabangsa tercengang akan pengetahuan serta wawasan orang yang dikaruniai Allah dengan hikmat. Tetapi kebanggaan atas kemakmuran membawa perpisahan dari Allah. Dari kegembiraan hubungan ilahi Solaiman beralih untuk mencari kepuasan dalam kepelesiran dari perasaannya. Tentang pengalaman itu ia berkata: Pd 114.2
“Aku melakukan pekerjaan-pekerjaan besar; mendirikan bagiku rumahrumah; menanami bagiku kebun-kebun anggur; aku mengusahakan bagiku kebun-kebun dan taman-taman dan menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan; . . . Aku membeli budak-budak laki-laki dan perempuan. . . . Aku mengumpulkan bagiku juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Aku mencari bagiku biduan-biduan dan biduanita-biduanita dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. Dengan demikian aku menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapapun yang pernah hidup di Yerusalem. . . Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. . . . Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari. Lalu aku berpaling untuk meninjau hikmat, kebodohan dan kebebalan, sebab apa yang dapat dilakukan orang yang menggantikan raja? Hanya apa yang telah dilakukan orang.” Pd 114.3
“Aku membenci hidup. . . . Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari.” Pngkh 2:4-12, 17, 18. Pd 115.1
Melalui pengalamannya sendiri, yang pahit, Solaiman mempelajari kehampaan hidup yang berusaha mencari kenikmatan yang tertinggi dalam perkara-perkara duniawi. Ia mendirikan mezbah untuk dewa-dewa kafir, hanya untuk belajar betapa sia-sianya janji ketenteraman jiwa. Pd 115.2
Dalam tahun-tahun kemudian, ia menjadi penat dan dahaga akibat kolam bumi yang bocor, Solaiman beralih untuk minum dari mata air kehidupan. Sejarah dari tahun-tahun kesia-siaannya, dengan pelajaran amarannya, oleh roh ilham membuat catatan demi generasi kemudian. Dan, meski benih penaburannya dituai oleh bangsanya dalam penuaian yang jahat, pekerjaan hidup Solaiman tidak musnah sama sekali. Buat dia, a-khirnya disiplin penderitaan melaksanakan maksudnya. Pd 115.3
Tetapi alangkah sedihnya kemerosotan itu, betapa mulianya sebenarnya hari-hari kehidupan Solaiman jika pada masa mudanya ia mempelajari Pelajaran yang diajarkan dari penderitaan kehidupan orang lain! Pd 115.4