Pasal ini dialaskan atas Kejadian 16; 17:18-20; 21:1-14; 22:1-19.
Tanpa keragu-raguan Ibrahim telah menerima janji akan memperoleh seorang anak laki-laki, tetapi ia tidak menunggu Allah untuk menggenapkan sabdaNya itu menurut cara dan waktuNya sendiri. Tuhan membiarkan adanya kelambatan untuk menguji imannya di dalam kuasa Allah; tetapi ia telah gagal dalam menghadapi ujian ini. Dengan berpikir bahwa mustahil seorang anak akan dilahirkan olehnya pada masa tuanya itu, Sarah mengusulkan, sebagai satu rencana oleh mana maksud ilahi dapat diwujudkan, agar salah seorang dari hamba-hambanya yang perempuan diambil oleh Ibrahim sebagai isteri yang kedua. Poligami telah begitu merajalela sehingga hal itu tidak lagi dianggap sebagai satu dosa, namun edmikian itu tidak ada bedanya dengan suatu pelanggaran terhadap hukum Allah, dan berakibat bencana kepada kesucian dan ketenteraman hubungan keluarganya. Perkawinan Ibrahim dengan Hagar berakibat buruk, bukan hanya kepada rumah tangganya sendiri, tetapi juga kepada generasi-generasi mendatang. PB1 145.1
Bangga olehkarena mendapat kehormatan dengan kedudukannya yang baru sebagai isteri Ibrahim, dan mengharapkan akan menjadi ibu bangsa yang besar yang akan turun dari Ibrahim, Hagar telah menjadi sombong serta congkak dan memperlakukan majikannya dengan cemoohan. Kecemburuan yang timbal balik antara keduanya telah mengganggu ketenangan rumah tangga yang dulunya berbahagia. Dipaksa untuk mendengarkan persungutan kedua belah pihak, Ibrahim telah berusaha dengan sia-sia untuk memulihkan kerukunan. Sekalipun hal itu merupakan permohonan yang sungguh-sungguh dari Sarah sehingga ia telah menikah dengan Hagar, ia sekarang memarahi Ibrahim sebagai seorang yang bersalah. Ia menghendaki untuk melenyapkan saingannya itu; tetapi Ibrahim tidak mengizinkan hal itu; karena Hagar harus menjadi ibu anaknya; seperti yang ia idam-idamkan, yaitu anak perjanjian. Namun demikian, ia adalah hamba Sarah, dan ia masih tetap membiarkan Hagar kepada wewenang majikannya. Roh Hagar yang congkak itu tidak dapat menahan kekejaman yang telah ditimbulkan oleh sikapnya yang tidak hormat. “Apabila Sarah memperlakukan dia dengan kejamnya, iapun lari dari hadapannya.” PB1 145.2
Ia pergi ke padang pasir dan apabila ia beristirahat dekat sebuah mata air, seorang diri dan tidak mempunyai sahabat, seorang malaikat Tuhan, dalam bentuk manusia kelihatan kepadanya. Dengan memanggil, “Hagar, hamba Sarah,” untuk mengingatkan kepadanya akan kedudukan serta tugasnya, malaikat itu memerintahkan kepadanya, “Kembalilah engkau kepada majikanmu serta tundukkanlah dirimu ke bawah tangannya.” Tetapi bersama-sama dengan tempelakan itu diberikan juga kata-kata penghiburan. “Tuhan telah mendengar akan kesukaranmu.” “Bahwa Aku akan memperbanyakkan anak buahmu, sehingga tiada tepermanai banyaknya.” Dan sebagai satu pengingat yang tetap akan rahmatNya itu, ia diperintahkan untuk menamai anaknya itu Ismail, “Tuhan akan mendengar.” PB1 146.1
Apabila Ibrahim hampir mencapai usia seratus tahun, janji akan lahirnya anak itu diulangi kembali kepadanya, dengan satu jaminan bahwa pewaris di hari mendatang itu haruslah anak dari Sarah. Tetapi Ibrahim belum juga mengerti akan janji itu. Saat itu juga pikirannya kembali kepada Ismail, sambil berpegang kepada keyakinan bahwa melalui dia maksud Allah yang indah itu akan dilaksanakan. Dalam kasihnya kepada anaknya itu ia berseru, “Ya Tuhan, biar apalah Ismail saja hidup di hadapan hadiratMu.” Kembali janji itu diberikan, dalam kata-kata yang tak dapat disalah-mengerti, “Sesungguhnya Sarah, isterimu itu akan beranak kelak bagimu laki-laki seorang; hendaklah engkau menamai dia Ishak; maka Aku akan meneguhkan perjanjianKu dengan Dia.” Namun demikian Allah tidak mengabaikan begitu saja doa Ibrahim. “Maka akan hal Ismail itupun,” katanya, “akan kululuskan permintaanmu: Bahwa sesungguhnya Aku telah memberkati dia . . . dan akan menjadikan dia satu bangsa yang besar.” PB1 146.2
Lahirnya Ishak, setelah ditunggu lama sekali, yang berarti kegenapan daripada harapan yang diidam-idamkan itu, telah memenuhi kemah Ibrahim dan Sarah dengan suasana kegembiraan. Tetapi kepada Hagar kejadian ini merupakan satu kehancuran cita-cita yang diidam-idamkannya itu. Ismail yang sekarang ini telah menjadi dewasa, telah dianggap oleh semua orang yang ada di dalam kemah itu sebagai pewaris kekayaan Ibrahim, dan ahli waris berkat-berkat yang telah dijanjikan kepada turunannya. Sekarang dengan tiba-tiba ia telah disisihkan; dan di dalam kekecewaan mereka, ibu dan anaknya telah membenci anak Sarah itu. Kegembiraan orang banyak menambah kecemburuan mereka, sehingga Ismail secara terang-terangan berani mengolok-olok pewaris janji Allah itu. Sarah melihat di dalam cara pembawaan Ismail yang sukar dikendalikan itu, adanya satu sumber perpecahan yang tetap dan dia mengadu kepada Ibrahim, sambil mendesak agar Hagar dan Ismail diusir dari tenda mereka. Ibrahim terdesak kepada satu keadaan yang menyulitkan dirinya. Bagaimana dapat ia mengusir anaknya yang masih sangat dikasihinya itu? Di dalam kecemasannya itu ia memohon pimpinan ilahi. Tuhan, melalui seorang malaikat suci, memerintahkan dia agar mengabulkan permintaan Sarah; kasihnya bagi Ismail atau Hagar tidak boleh dibiarkan menjadi penghalang, karena hanya dengan cara demikian saja kerukunan serta kebahagiaan keluarganya dapat dipulihkan kembali. Dan malaikat itu memberikannya janji penghiburan bahwa sekalipun terpisah dari rumah bapanya, Ismail tidak akan ditinggalkan oleh Allah, hidupnya akan dipelihara, dan ia akan menjadi bapa dari satu bangsa yang besar. Ibrahim mentaati perintah malaikat itu tetapi bukannya tanpa penderitaan yang menyayat hati. Hati bapa itu tertekan oleh duka yang tak terkatakan apabila ia menyuruh Hagar dan anaknya pergi. PB1 146.3
Petunjuk yang diberikan kepada Ibrahim, yang menyinggung kesucian daripada hubungan pernikahan, haruslah menjadi satu pelajaran bagi segala zaman. Hal itu menyatakan bahwa hak-hak dan kebahagiaan daripada hubungan ini haruslah dijaga dengan hati-hati, sekalipun harus dengan pengorbanan yang besar. Sarah adalah satu-satunya isteri Ibrahim yang sebenarnya. Tidak ada orang lain yang berhak untuk ambil bahagian dalam hak-haknya sebagai seorang isteri dan ibu. Ia menghormati suaminya dan di dalam hal ini ditampilkan dalam Perjanjian Baru sebagai satu teladan yang layak ditiru. Tetapi ia merasa tidak rela bahwa kasih Ibrahim harus diberikan kepada orang lain, dan Tuhan tidak menempelak tuntutannya untuk mengusir saingannya itu. Baik Ibrahim dan Sarah tidak mempercayai kuasa Allah, dan kesalahan inilah yang telah menyebabkan pernikahan dengan Hagar. PB1 148.1
Tuhan telah memanggil Ibrahim untuk menjadi bapa dari orang percaya, dan kehidupannya harus nyata sebagai satu teladan iman kepada generasigenerasi mendatang. Tetapi imannya tidaklah sempurna. Ia telah menunjukkan Roh tidak percaya akan Allah dengan menyembunyikan kenyataan bahwa Sarah adalah isterinya, dan lagi dalam pernikahannya dengan Hagar. Agar ia dapat mencapai ukuran yang tertinggi, Allah telah menghadapkannya kepada satu ujian yang lain, yang terberat yang pernah dihadapi manusia. Dalam satu khayal pada waktu malam ia diperintahkan untuk pergi ke bukit Moria, dan di sana mempersembahkan anaknya sebagai satu korban bakaran di atas satu gunung yang telah ditunjukkan kepadanya. PB1 148.2
Pada waktu menerima perintah ini, Ibrahim telah mencapai usia seratus duapuluh tahun. Ia telah dianggap sebagai seorang yang sudah tua, sekalipun di dalam generasinya. Di dalam usia mudanya ia adalah seorang yang kuat untuk menahan kesulitan-kesulitan, dan seorang yang berani untuk menghadapi mara bahaya, tetapi sekarang semangat kemudaannya telah tiada. Seseorang di dalam gairah kemudaannya boleh jadi dengan semangat sanggup untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan penderitaan yang akan menyebabkan hatinya gentar di masa tuanya, pada waktu kakinya sedang terhuyung-huyung menuju ke liang kubur. Tetapi Allah telah menyimpan ujianNya yang terakhir, dan yang paling berat bagi Ibrahim sampai kepada saat bilamana beban kehidupannya terasa berat di atas pundaknya, dan Ibrahim rindu untuk beristirahat dari kesusahan dan kecemasan. PB1 149.1
Ibrahim hidup di Birsyeba, dikelilingi oleh kemakmuran dan kehormatan. Ia sangat kaya dan dihormati oleh pemimpin-pemimpin di tempat itu, sebagai seorang penghulu yang gagah perkasa. Ribuan domba dan ternak menutupi padang-padang rumput yang terbentang di hadapan tendanya. Di mana-mana terlihat kemah hamba-hambanya, rumah ratusan hambahambanya, yang setia. Anak perjanjian itu telah bertumbuh menjadi seorang yang akil balig di sampingnya. Sorga seolah-olah telah memahkotai dengan berkat-berkatnya satu kehidupan pengorbanan di dalam kesabaran menunggu harapan yang kegenapannya lama tertunda. PB1 149.2
Di dalam penurutannya yang penuh iman, Ibrahim telah meninggalkan kampung halamannya—telah berpaling dari kuburan bapa-bapanya, dan rumah kaum keluarganya. Ia telah mengembara sebagai seorang asing di negeri pusakanya itu. Lama ia menunggu lahirnya anak perjanjian ini. Atas perintah Allah, ia telah menyuruh anaknya Ismail, supaya meninggalkannya. Dan sekarang, bilamana anak yang lama dirindu-rindukannya telah menjadi dewasa, dan Ibrahim kelihatannya telah dapat melihat wujud harapannya itu, satu ujian yang lebih berat dari semua yang lainnya, yang ada di hadapannya. PB1 149.3
Perintah itu dinyatakan dengan kata-kata yang pasti telah menyayatnyayat hati bapa itu: “Ambillah olehmu akan anakmu yang tunggal itu, yaitu Ishak yang kaukasihi . . . dan persembahkan dia di sana sebagai korban bakaran.” Ishak adalah terang rumah tangganya, penghibur di masa tuanya, di atas segala sesuatunya ahli waris daripada berkat yang dijanjikan itu. Kehilangan seorang anak laki-laki seperti itu oleh kecelakaan ataupun penyakit, akan menghancurkan hati bapa yang berbahagia itu; itu akan membebani kepalanya yang sudah memutih itu dengan kedukaan; tetapi ia telah diperintahkan untuk mencurahkan darah anak itu oleh tangannya sendiri. Baginya seolah-olah hal itu merupakan sesuatu yang mustahil dan mengerikan. PB1 149.4
Setan ada di samping untuk membisikkan kepadanya bahwa ia pasti tertipu, karena hukum Allah memerintahkan “jangan kamu membunuh,” dan Allah tidak akan menuntut sesuatu hal yang pernah dilarangnya. Ia pergi ke luar dari kemahnya dan menengadah ke atas ke langit yang terang dan cerah tak berawan, dan mengingat kembali akan janji yang telah diadakan hampir limapuluh tahun sebelumnya, bahwa benihnya akan menjadi seperti bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya. Jikalau perjanjian ini akan digenapi melalui Ishak, bagaimana mungkin ia harus dibunuh? Ibrahim tergoda untuk mempercayai bahwa boleh jadi ia berada dalam lamunan. Dalam keragu-raguan dan kesedihannya ia sujud di atas bumi, dan berdoa, begitu rupa seperti yang belum pernah dilakukannya sebelumnya, ia meminta beberapa hal untuk meneguhkan perintah itu jikalau memang ia harus laksanakan tugas yang mengerikan itu. Ia mengingat malaikat-malaikat yang diutus untuk menyatakan kepadanya maksud Allah untuk membinasakan Sodom, dan menyampaikan kepadanya janji akan memperoleh anaknya Ishak, dan ia pergi ke tempat di mana beberapa kali ia telah bertemu dengan pesuruh-pesuruh sorga itu, dengan pengharapan akan bertemu lagi dengan mereka itu serta menerima petunjuk-petunjuk lebih jauh; tetapi tidak seorangpun yang datang untuk menolongnya. Kegelapan seolah-olah menyelubunginya; tetapi perintah Allah berdengung di telinganya: “Ambillah olehmu anakmu yang tunggal itu, yaitu Ishak yang kaukasihi.” Perintah itu harus diturut dan ia tidak berlambatlambatan. Harinya semakin dekat, dan ia harus memulai perjalanannya. PB1 150.1
Waktu kembali ke kemahnya, ia pergi ke tempat di mana Ishak sedang tertidur dengan nyenyaknya, anak muda itu tidur dengan tenangnya, dan pada wajahnya seolah-olah tidak ada tanda-tanda dosa. Sejenak lamanya bapa memandang kepada wajah anak yang dikasihinya itu, kemudian dengan gemetar ia tinggalkan tempat itu. Ia pergi ke sisi Sarah yang juga sedang tertidur. Haruskah ia membangunkan dia, agar ia sekali lagi memeluk anaknya? Haruskah ia menceritakan kepadanya akan tuntutan Allah itu? Ia rindu untuk mencurahkan segenap beban hatinya kepada isterinya itu, dan memberitahukan kepadanya tanggung jawab yang mengerikan itu; tetapi ia dicegah oleh rasa takut jangan-jangan ia akan menghalanginya. Ishak adalah anak kebanggaan dan kesukaannya; kehidupan Sarah terikat di dalam hidupnya, dan kasih ibu boleh jadi akan menolak pengorbanan seperti itu. PB1 150.2
Akhirnya Ibrahim membangunkan anaknya itu, dan menceritakan kepadanya tentang perintah untuk mempersembahkan korban di atas sebuah gunung yang jauh. Ishak sudah sering pergi dengan bapanya untuk berbakti di beberapa dari antara mezbah yang menjadi tanda daripada pengembaraan bapanya, dan ajakan bapanya ini tidak menimbulkan rasa heran kepadanya. Persiapan untuk perjalanan itu dengan cepat diselesaikan. Kayu-kayu dipersiapkan dan diletakkan di atas keledainya, dan dengan disertai oleh dua orang hambanya merekapun berangkatlah. PB1 150.3
Dengan berdampingan bapa dan anak itu menempuh perjalanan tanpa berkata-kata. Bapa itu, sambil merenung-renungkan rahasia yang menekan hatinya, tidak mempunyai hasrat untuk berkata-kata. Pikirannya tetap tertuju kepada ibu yang bangga dan berbahagia itu, dan kepada hari bilamana ia akan pulang ke rumah seorang diri. Ia tahu dengan baik bahwa pisau itu akan menikam jantung ibunya apabila itu akan mencabut nyawa anaknya. PB1 151.1
Hari itu—hari yang terpanjang dalam pengalaman hidup Ibrahim—dengan pelahan-lahan mendekati akhirnya. Sementara anaknya dan orang-orang muda itu tidur, ia gunakan malam itu untuk berdoa, masih mengharapkan bahwa beberapa pesuruh sorga akan datang, dan mengatakan bahwa ujian itu sudah cukup, bahwa anak muda itu boleh kembali dengan selamat, kembali kepada ibunya. Tetapi tidak ada yang datang untuk meringankan beban yang menindih jiwanya itu. Setan ada dekat untuk membisikkan kebimbangan dan tidak percaya, tetapi Ibrahim menolak anjuran-anjuran Iblis itu. Apabila mereka hendak memulaikan perjalanan mereka pada hari yang ketiga, bapa itu sambil memandang ke sebelah utara, melihat tanda yang dijanjikan, segumpal awan kemuliaan menaungi gunung Moria, dan ia mengetahui bahwa suara yang telah berkata-kata itu berasal dari sorga. PB1 151.2
Hingga sekarang ini ia tidak bersungut-sungut kepada Allah, tetapi menguatkan jiwanya dengan merenung-renungkan bukti-bukti tentang kebajikan dan kesetiaan Tuhan. Puteranya ini telah diberikan dengan tidak diduga-duga; dan bukankah Dia yang telah memberikan pemberian yang indah ini mempunyai hak untuk mengambil kembali milikNya sendiri? Kemudian iapun mengulangi janji itu, “Di dalam Ishak benihmu akan disebut”—satu benih yang jumlahnya tak terhitung seperti butir-butir pasir di tepi pantai. Ishak adalah anak mujizat dan tidak dapatkah kuasa yang telah memberikan hidup kepadanya itu memulihkan dia kembali? Memandang jauh di balik apa yang dapat dilihat, Ibrahim memahami katakata ilahi, “memikirkan bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang walaupun daripada kematian.” Ibrani 11:19. PB1 151.3
Tetapi tidak ada seorangpun kecuali Tuhan yang dapat mengerti betapa besarnya pengorbanan seorang bapa dalam menyerahkan anaknya kepada kematian; Ibrahim menghendaki agar jangan seorangpun kecuali Allah yang akan menyaksikan perpisahan itu. Ia memerintahkan hamba-hambanya untuk menunggu di belakang, sambil berkata, “Aku dan anak ini hendak pergi ke sana; setelah sudah kami minta doa, kami akan kembali kepadamu.” Kayu-kayu itu diletakkan di atas pundak Ishak, seorang yang akan dipersembahkan, bapa membawa pisau dan api, dan bersama-sama mereka itu naik ke puncak gunung, anak muda itu dengan diam-diam bertanya-tanya dari manakah, di tempat yang begitu jauh dari kandang dan dari kawanan domba, korban itu akan datang. Akhirnya ia berbicara, “Bapaku,” “tengoklah di sini apinya dan kayunya, tetapi di manakah anak dombanya yang akan dijadikan sebagai korban bakaran itu?” O, betapa satu ujian! Betapa kata mesra “bapaku” itu menembus jantung Ibrahim! Belum—ia belum dapat menceritakannya sekarang ini. “Anakku,” katanya, “Allah akan menyediakan bagi DiriNya seekor anak domba untuk korban bakaran.” PB1 151.4
Di tempat yang telah ditetapkan mereka mendirikan sebuah mezbah dan meletakkan kayu itu di atasnya. Kemudian, dengan suara yang gemetar, Ibrahim memaparkan kepada anaknya tentang pekabaran ilahi itu. Adalah dengan disertai rasa gentar dart heran, Ishak mengetahui akan nasibnya, tetapi ia tidak menolak. Sebenarnya ia dapat melarikan diri dari kematiannya itu, kalau saja ia mau berbuat demikian; orang tua yang dipenuhi kesedihan itu, yang telah merasa kepayahan setelah bergumul dengan hebatnya selama tiga hari, tidak dapat menolak keinginan orang muda yang masih kuat itu. Tetapi Ishak telah dilatih semenjak kecilnya untuk selalu siap menurut, dan apabila maksud-maksud Allah dinyatakan kepadanya, ia menunjukkan satu penyerahan yang suka rela. Ia adalah seorang yang ikut ambil bahagian dalam iman Ibrahim, dan ia merasa satu kehormatan untuk dipanggil menyerahkan hidupnya sebagai satu persembahan kepada Allah. Dengan lemah lembut ia berusaha untuk meringankan kesedihan hati bapanya, dan menolong tangan bapanya yang lemah mengikatkan tali yang mengikat tubuhnya ke mezbah itu. PB1 152.1
Dan sekarang kata-kata kasih yang terakhir diucapkan, tetesan air mata yang terakhir berderai, pelukan yang terakhir dilakukan. Bapa mengangkat pisau itu untuk menyembelih anaknya, dan tiba-tiba tangannya tertahan. Seorang malaikat berseru dari sorga kepadanya, “Ibrahim, Ibrahim?” Dengan cepat ia menjawab, “Sahaya Tuhan!” Dan kembali suara itu terdengar: “Janganlah engkau mendatangkan tanganmu kepada budak itu, dan jangan dipengapakan dia, karena sekarang kuketahuilah akan hal engkau takut akan Allah, sedang anakmu, yaitu anakmu yang tunggal itu, tiada kautahankan daripadaKu.” PB1 152.2
Kemudian Ibrahim melihat “seekor domba jantan tersangkut dengan tanduknya dalam belukar,” dan dengan cepat ia mengambil korban yang baru itu, dan ia mempersembahkannya “akan ganti anaknya”. Di dalam kegembiraan dan rasa syukurnya, Ibrahim memberikan satu nama yang baru bagi tempat yang suci itu—”Tuhan mengadakannya.” PB1 152.3
Di atas gunung Moria, Allah kembali memperbaharui perjanjianNya, meneguhkan dengan satu sumpah yang khidmat akan berkat kepada Ibrahim, dan kepada benihnya sepanjang generasi-generasi mendatang. “Demi dirikujuga Aku bersumpah, tegal telah kuperbuat perkara ini dan tiada kau tahani anakmu yang tunggal itu, daripadaku, bahwa sesungguhnya Aku akan memberi berkat besar akan dikau, dan Aku akan memperbanyakkan anak buahmu seperti bintang di langit dan seperti kersik di tepi pantai; maka anak buahmu itupun akan mempunyai pintu negeri segala musuhnya. Maka dalam benihmu segala bangsa yang ada di dalam bumi ini akan diberkati, sebab engkau menurut firmanKu.” PB1 153.1
Perbuatan iman Ibrahim yang besar itu berdiri sebagai satu menara terang, yang menerangi jalan hamba-hamba Allah di sepanjang zaman yang berikutnya. Ibrahim tidak mencoba untuk mencari maaf bagi dirinya untuk tidak menurut kepada kehendak Allah. Selama perjalanan tiga hari itu ia mempunyai cukup waktu untuk berdalih dan meragukan Tuhan, jikalau ia mau menyerah kepada kebimbangan. Ia dapat berdalih bahwa dengan mengorbankan anaknya itu, ia bisa dianggap sebagai seorang pembunuh, seorang Kain yang kedua; bahwa hal itu akan mengakibatkan pengajarannya ditolak dan dicemoohkan, dan dengan demikian melenyapkan kekuasaannya untuk berbuat baik kepada sesama manusia. Ia bisa saja mengatakan bahwa usianya itu harus membebaskannya dari penurutan. Tetapi Ibrahim tidak mau berlindung di bawah dalih-dalih ini. Ibrahim adalah seorang manusia; nafsu dan sifat-sifatnya adalah sama dengan kita; tetapi ia tidak bertanya-tanya bagaimana janji itu dapat digenapi jikalau Ishak harus disembelih. Ia tidak berdalih-dalih dengan hatinya yang luka itu. la mengetahui bahwa Allah adalah adil dan benar di dalam segala tuntutanNya, dan ia menurut akan perintah itu dengan seseksama-seksamanya. PB1 153.2
“Bahwa Ibrahim sudah percaya akan Allah, maka itulah dihisabkan kepadanya menjadi kebenaran; maka iapun dikatakan sahabat Allah.” Yakub 2:23. Dan Paulus berkata, “. . . Bahwa segala orang yang beriman itulah anak Ibrahim” Galatia 3:7. “Bukankah nenek moyang kita Ibrahim dibenarkan oleh sebab perbuatannya itu di dalam hal ia hendak mengorbankan Ishak anaknya itu di atas tempat korban? Maka nyatalah kepadamu bahwa iman beserta dengan perbuatannya itu sudah bekerja sama-sama, sehingga oleh sebab segala perbuatan itu imannya itu sudah menjadi sempurna.” Yakub 2:21, 23. Banyak orang yang gagal memahami hubungan antara iman dan perbuatan. Mereka berkata, “Percaya saja dalam Kristus maka engkau selamat. Engkau tidak perlu menurut akan hukum itu.” Tetapi iman yang sejati akan nyata dalam penurutan. Kata Kristus kepada orang-orang Yahudi yang tidak percaya itu, “Jikalau kamu anak Ibrahim, niscaya kamu akan berbuat juga perbuatan Ibrahim.” Yohanes 8:39. Dan mengenai bapa daripada orang yang percaya Tuhan berkata, “Ibrahim telah menurut firmanKu dan telah dipeliharakannya syaratKu dan segala pesanKu dan syariatKu dan hukumKu.” Kejadian 26:5. Kata rasul Yakub, “Iman jikalau tidak disertai oleh perbuatan matilah ia.” Yakub 2:17. Dan Yohanes, yang merenung-renungkan dengan dalam akan kasih itu, mengatakan kepada kita, “Inilah kasih akan Allah, yaitu menurut hukum-hukumNya.” 1 Yohanes 5:3. PB1 153.3
Melalui lambang dan janji, Allah “sebelumnya telah mengabarkan injil kepada Ibrahim.” Galati 3:8. Dan iman Ibrahim tertuju kepada Penebus yang akan datang. Kata Kristus kepada orang Yahudi, “Adapun Ibrahim, bapa kamu, gemar melihat hariKu; ia sudah nampak dia dan bersukacita.” Yohanes 8:56. Domba jantan yang dikorbankan sebagai pengganti Ishak melambangkan Anak Allah yang akan dikorbankan sebagai pengganti kita. Pada waktu manusia dijatuhi hukuman mati oleh sebab pelanggarannya terhadap hukum Allah, Bapa, sambil memandang kepada AnakNya, berkata kepada orang berdosa, “Hiduplah; karena Aku telah mendapati satu tebusan.” PB1 154.1
Adalah untuk meninggalkan kesan kepada pikiran Ibrahim dengan kenyataan daripada injil, sebagaimana juga untuk menguji imannya, bahwa Allah telah memerintahkannya untuk menyembelih anaknya. Kesedihan yang ia derita selama hari-hari ujian yang gelap dan hebat itu, dibiarkan terjadi kepadanya agar dia dapat mengerti dari pengalamannya sendiri sesuatu akan kebesaran daripada pengorbanan yang diadakan oleh Allah yang Mahakuasa untuk penebusan manusia. Tidak ada ujian lain yang dapat mengakibatkan Ibrahim menderita tekanan jiwa yang begitu hebat seperti dengan cara mengorbankan anaknya. Allah telah menyerahkan AnakNya kepada satu kematian yang hina dan menderita. Malaikat-malaikat yang menyaksikan kehinaan serta tekanan jiwa yang dialami oleh Anak Allah tidak diizinkan untuk campur tangan, sebagaimana dalam masalah Ishak. Tidak ada suara yang berseru, “sudah cukup”. Untuk menyelamatkan umat yang berdosa, Raja kemuliaan itu telah menyerahkan hidupNya. Bukti yang lebih kuat apakah yang diberikan tentang belas kasihan serta kasih Allah yang tidak terbatas itu? “Maka Ia yang tiada menahan AnakNya sendiri, hanya menyerahkan Dia karena kita sekalian, masakan Ia itu tiada juga mengaruniakan sertaNya segala sesuatu bagi kita?” Rum 8:32. PB1 154.2
Pengorbanan yang dituntut dari Ibrahim bukan saja untuk kebaikannya sendiri, atau hanya untuk keuntungan daripada generasi mendatang; tetapi itu juga untuk menjadi pelajaran bagi penghuni sorga dan dunia-dunia lain yang tidak berdosa. Arena pertarungan antara Kristus dan setan—arena di mana rencana penebusan itu dilaksanakan—adalah merupakan sebuah buku pelajaran bagi alam semesta. Oleh sebab Ibrahim telah menunjukkan satu kekurangan iman di dalam janji-janji Allah, setan telah menuduh di hadapan malaikat-malaikat dan di hadapan Allah bahwa dia telah gagal untuk memenuhi syarat perjanjian itu, dan dia tidak layak untuk menerima berkat-berkatnya, Allah ingin membuktikan kesetiaan hambaNya di hadapan segenap sorga, untuk menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu selain penurutan yang sempurna dapat diterima, dan untuk menyatakan dengan lebih jelas di hadapan mereka rencana keselamatan itu. PB1 154.3
Makhluk-makhluk sorga adalah saksi-saksi daripada peristiwa tatkala iman Ibrahim dan penyerahan diri daripada Ishak diuji. Ujian itu lebih hebat daripada apa yang sudah dihadapkan kepada Adam. Penurutan terhadap larangan yang telah dikenakan kepada leluhur kita yang pertama tidak mencakup penderitaan, tetapi perintah yang diberikan kepada Ibrahim menuntut pengorbanan yang amat menyayat hati. Segenap sorga memandang dengan keheran-heranan serta dengan rasa kagum akan penurutan Ibrahim yang tidak dapat digoyahkan itu. Segenap sorga bersorak-sorak melihat kesetiaannya itu. Tuduhan setan dinyatakan sebagai tuduhan palsu. Allah menyatakan tentang hambaNya itu, “Sekarang Aku mengetahui bahwa engkau takut akan Allah (sekalipun ada tuduhan setan), sedang anakmu, yaitu anakmu yang tunggal itu, tiada kau tahankan daripadaku.” Perjanjian Allah, yang diteguhkan kepada Ibrahim oleh satu sumpah di hadapan penduduk dunia lain, menyaksikan bahwa penurutan akan diberi pahala. PB1 155.1
Adalah sukar sekalipun kepada malaikat-malaikat untuk memahami rahasia penebusan—untuk mengerti bahwa Pemimpin sorga, Anak Allah itu, harus mati bagi manusia yang berdosa. Pada waktu perintah diberikan kepada Ibrahim untuk menyerahkan anaknya, perhatian segenap mahluk sorga tertarik akan hal itu. Dengan sungguh-sungguh mereka mengamat-amati setiap langkah di dalam kegenapan daripada perintah ini. Kepada pertanyaan Ishak, “Di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Ibrahim menjawab, “Allah akan menyediakan bagi dirinya seekor Anak domba,” dan pada waktu tangan bapa ditahankan pada saat hendak menyembelih anaknya, dan domba jantan yang telah disediakan Allah itu dipersembahkan sebagai ganti Ishak—barulah terang itu terpancar ke atas rahasia penebusan itu, dan malaikat-malaikat sekalipun mengerti dengan lebih jelas akan perbuatan yang ajaib, yang telah diadakan Allah bagi keselamatan manusia. 1 Petrus 1:12. PB1 155.2