Pasal ini dialaskan atas Kejadian 25:19-34; 27.
Yakub dan Esau, anak kembar Ishak, menampilkan satu perbedaan yang menyolok, baik dalam tabiat dan juga dalam kehidupan. Ketidaksamaan ini telah diramalkan oleh malaikat Allah sebelum kelahiran mereka. Dalam menjawab doa Ribkah dalam kesusahannya ia mengumumkan bahwa dua orang anak laki-laki akan dikaruniakan kepadanya, ia memaparkan kepadanya sejarah masa depan mereka bahwa masing-masing akan menjadi seorang pemimpin dari satu bangsa yang kuat tetapi yang satu akan lebih besar dari yang lain, dan yang bungsu akan lebih terkemuka. PB1 179.1
Esau bertumbuh dalam sifat pemanjaan diri, dan memusatkan segenap perhatiannya di dalam perkara-perkara masa kini. Tidak tahan dengan halhal yang mengekang hidupnya, ia menyukai satu kebebasan yang buas, dan sejak kecilnya ia telah memilih satu kehidupan sebagai seorang pemburu. Namun demikian ia adalah anak mas bapanya. Gembala yang hidupnya tenang dan cinta damai itu, tertarik oleh keberanian dan semangat anak sulungnya itu, yang tanpa rasa takut telah menjelajahi gunung serta padang pasir, kembali ke rumah dengan hasil buruannya bagi bapanya, dan dengan cerita-cerita yang menarik tentang hidup petualangannya. Yakub, seorang yang penuh dengan pemikiran, rajin dan bertanggung jawab, senantiasa memikirkan lebih banyak tentang masa depan lebih daripada yang sekarang ini, merasa puas untuk tinggal di rumah, sibuk memelihara kawanan domba serta bercocok tanam. Sifatnya yang tabah, hemat serta pandangan yang jauh ke depan sangat dihargakan oleh ibunya. Kasihnya dalam serta teguh, dan perhatiannya yang terus-menerus serta lemah lembut, menambah lebih banyak kebahagiaan kepada ibunya daripada kebaikan Esau yang tidak menentu, dan hanya sekali-sekali saja. Bagi Ribkah, Yakub adalah anak yang lebih dekat ke hatinya. PB1 179.2
Janji yang diberikan kepada Ibrahim dan diteguhkan kepada anaknya, dipegang oleh Ishak dan Ribkah sebagai tujuan yang besar kerinduan serta harapannya. Esau dan Yakub mengetahui akan janji-janji ini. Mereka telah diajar untuk menghargai hak sulung sebagai satu perkara yang amat penting, karena hal itu mencakup bukan hanya warisan harta duniawi, tetapi juga keutamaan dalam hal yang rohani. Ia yang menerimanya harus menjadi imam daripada keluarganya, dan dari garis keturunannya itu Penebus dunia akan datang. Dengan kata lain, ada kewajiban-kewajiban yang tertanggung atas pemilik hak kesulungan itu. Ia yang akan mewarisi berkat-berkatnya harus mengabdikan hidupnya kepada pelayanan akan Allah. Seperti Ibrahim, ia harus taat kepada tuntutan-tuntutan ilahi. Di dalam pernikahan, di dalam hubungan keluarga, di dalam kehidupan masyarakat, ia harus selalu menanyakan akan kehendak Allah. PB1 180.1
Ishak telah memberitahukan kepada anak-anaknya tentang kesempatankesempatan dan syarat-syarat tersebut, dan dengan jelas menyatakan bahwa Esau, sebagai anak sulung, adalah seorang yang berhak kepada hak kesulungan itu. Tetapi Esau tidak suka kepada hidup pengabdian, tidak mempunyai kecenderungan kepada hidup keagamaan. Tuntutan-tuntutan yang menyertai hak kesulungan dalam perkara rohani baginya merupakan satu kekangan yang tidak diingini bahkan dibencinya. Hukum Allah, yang merupakan syarat daripada perjanjian ilahi dengan Ibrahim, dianggap oleh Esau sebagai satu kuk perhambaan. Dengan kecenderungan akan sifat-sifat pemanjaan diri, ia tidak menghendaki sesuatu selain daripada kebebasan untuk menurut kemauan hatinya. Baginya kekuasaan dan kepelesiran, dan pesta pora, adalah kebahagiaan. Ia bermegah-megah dalam kebebasan yang tidak ada batasnya, dalam kehidupannya yang buas itu. Ribkah mengingat akan kata-kata malaikat, dan ia dapat membaca dengan pandangan yang lebih jelas daripada suaminya akan tabiat anak-anak mereka. Ia merasa yakin bahwa pusaka perjanjian ilahi itu dimaksudkan bagi Yakub. Ia mengulangi kepada Ishak kata-kata malaikat itu; tetapi kasih bapa itu terpusat kepada diri anak sulung, dan ia tidak tergoyahkan dalam maksudnya itu. PB1 180.2
Yakub telah belajar dari ibunya tentang pernyataan ilahi bahwa hak kesulungan itu akan jatuh kepadanya, dan ia dipenuhi oleh kerinduan yang tidak terkatakan untuk memperoleh kesempatan-kesempatan yang datang dari hak kesulungan itu. Bukanlah hak untuk memiliki kekayaan bapanya yang ia inginkan; hak kesulungan dalam perkara-perkara rohanilah yang diidam-idamkannya. Untuk berhubungan dengan Allah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ibrahim, untuk mempersembahkan korban penebusan bagi keluarganya, untuk menjadi leluhur daripada umat pilihan, dan Messias yang dijanjikan itu, dan untuk mewarisi harta yang baka yang tercakup dalam berkat-berkat perjanjian itu—inilah kesempatan-kesempatan dan kehormatan yang telah membangkitkan kerinduannya yang dalam. Pikirannya selalu tertuju kepada masa yang akan datang, dan berusaha untuk memahami akan berkat-berkatnya yang tidak kelihatan. PB1 180.3
Dengan kerinduan yang tersembunyi ia mendengarkan kepada semua yang diceritakan bapanya tentang hak kesulungan rohani; dengan seksama ia simpan dalam hatinya apa yang ia pelajari dari ibunya. Siang dan malam perkara ini memenuhi pikirannya, sehingga itu menjadi satu perhatian yang mengasyikkan dalam hidupnya. Tetapi sementara ia meninggikan yang baka lebih daripada berkat-berkat yang sifatnya fana, Yakub tidak memiliki pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dengan Allah yang ia hormati. Hatinya belum dibaharui oleh anugerah ilahi, Ia percaya bahwa janji tentang dirinya tidak dapat diwujudkan selama Esau memegang hak-hak anak sulung, dan ia terus belajar untuk mencari jalan oleh mana ia akan dapat memperoleh berkat yang dianggap remeh oleh saudaranya, tetapi amat berharga bagi dirinya. PB1 181.1
Pada waktu Esau, pulang ke rumah pada suatu hari dalam keadaan letih lesu setelah berburu, meminta makanan yang sedang disediakan Yakub, Yakub, yang dipenuhi oleh suatu idam-idaman, telah menggunakan kesempatan tersebut, dan menawarkan untuk memuaskan rasa lapar saudaranya asalkan hak kesulungan itu diserahkan kepadanya. “Tengoklah, aku ini hampir mati,” seru pemburu yang ceroboh dan suka memanjakan diri itu, “dan apakah untungnya hak kesulungan itu bagiku?” Dan untuk semangkuk kacang merah ia lepaskan hak kesulungannya itu, dan meneguhkan perjanjiannya dengan satu sumpah. Dalam waktu yang singkat saja sebenarnya ia akan dapat memperoleh makanan di dalam tenda bapanya. Segenap perhatiannya terpusat kepada masa sekarang ini. Ia sedia untuk mengorbankan perkara-perkara sorga untuk memperoleh perkara duniawi, untuk menukar satu masa depan yang gemilang dengan satu pemuasan diri yang hanya sementara saja. PB1 181.2
Dengan demikian Esau “telah menghinakan hak kesulungannya.” Dengan menyerahkan hak tersebut sekarang ia merasa lega. Sekarang jalannya tidak terhalang lagi; ia dapat berbuat sesuka hatinya. Untuk kepelesiran yang buas itu, yang disalah-tafsirkan sebagai kebebasan, betapa banyak orang yang sedang menjual hak kesulungan mereka yang dapat memberikan satu pusaka yang suci, dan tidak bernoda, yang sifatnya kekal di dalam sorga! PB1 181.3
Senantiasa tergoda oleh penarikan-penarikan yang bersifat lahiriah dan duniawi, Esau telah mengambil dua orang isteri dan bangsa Het. Mereka adalah penyembah-penyembah ilah palsu, dan penyembahan berhala mereka merupakan yang memilukan hati Ishak dan Ribkah. Esau telah melanggar salah satu syarat perjanjian yang melarang kawin campur antara umat pilihan dengan orang kapir; namun demikian Ishak masih tetap teguh dalam niatnya untuk menganugerahkan hak kesulungan itu kepadanya. Pertimbangan Ribkah, kerinduan Yakub yang dalam untuk memperoleh berkat itu, dan sifat acuh tak acuh Esau terhadap kewajiban-kewajibannya, tidak memberikan pengaruh untuk mengubah maksud Ishak. PB1 181.4
Tahun demi tahun berlalu, sampai kepada saat di mana Ishak, yang sekarang telah menjadi tua dan buta, dan berharap akan segera mati, memutuskan bahwa ia tidak akan menunda lebih lama lagi untuk memberikan berkat-berkat itu ke atas diri anak sulungnya. Tetapi menyadari adanya tantangan-tantangan dari Ribkah dan Yakub, ia berniat untuk mengadakan upacara yang khidmat ita secara diam-diam. Sesuai dengan adat kebiasaan untuk mengadakan pesta sehubungan dengan peristiwa-peristiwa seperti itu, Ishak telah menyuruh Esau: “Keluarlah engkau ke padang, burukanlah aku suatu buruan dan perbuatlah akan daku makanan yang sedap seperti kegemaranku, . . . dan supaya kuberkati akan dikau dahulu daripada matiku.” PB1 182.1
Ribkah mengetahui niatnya itu. Ia percaya bahwa hal-hal ini bertentangan dengan apa yang dinyatakan Tuhan sebagai kehendakNya. Ishak berada dalam bahaya untuk mendatangkan murka ilahi, dan menyisihkan anak bungsunya dari kedudukan yang telah ditetapkan Allah baginya, dan iapun bertekad untuk menggunakan tipu muslihat. PB1 182.2
Segera setelah Esau pergi untuk memulai perjalanannya, Ribkahpun mulai melaksanakan niatnya itu. Ia menceritakan kepada Yakub apa yang telah terjadi serta mendesak agar ia cepat bertindak untuk mencegah diberikannya berkat itu kepada Esau untuk selama-lamanya, dan tak dapat diubahkan lagi. Dan ia memberikan jaminan kepada anaknya bahwa jikalau ia mengikuti petunjuk-petunjuknya, maka ia akan dapat memperolehnya sebagaimana telah dijanjikan Allah? Yakub tidak terus sepakat dengan rencana yang digariskan oleh ibunya. Pemikiran tentang menipu bapanya menyebabkan hatinya merasa susah. Ia merasa bahwa dosa yang besar seperti itu akan mendatangkan satu kutuk gantinya berkat. Tetapi kejujurannya itu dikalahkan, dan iapun mulai melaksanakan anjuran ibunya. Bukanlah maksudnya untuk dengan secara langsung mengucapkan satu dusta, tetapi sekali ia berada di hadapan bapanya, ia merasa telah pergi terlalu jauh untuk kembali, dan iapun memperoleh berkat yang diinginkannya itu melalui tipu daya. PB1 182.3
Yakub dan Ribkah telah berhasil dalam maksud mereka, tetapi mereka hanya memperoleh penderitaan dan kesusahan oleh penipuan mereka itu. Allah telah menyatakan bahwa Yakub harus menerima hak kesulungan itu, dan firmanNya itu akan diwujudkan di dalam waktuNya sendiri kalau saja mereka telah menunggu di dalam iman dan membiarkan Allah yang mengerjakannya bagi mereka. Tetapi, seperti banyak orang sekarang ini, yang mengaku sebagai anak-anak Allah, mereka enggan menyerahkan persoalan mereka ke dalam tanganNya. Dengan rasa getir Ribkah menyesali akan nasihatnya yang salah, yang telah ia berikan kepada anaknya; inilah yang menyebabkan perpisahannya dengan anaknya, dan semenjak itu ia tidak pernah melihat wajahnya lagi. Dari saat ia menerima hak kesulungan itu Yakub merasa terhukum oleh dirinya sendiri. Ia telah berdosa terhadap bapanya, saudaranya, jiwanya sendiri dan terhadap Allah. Di dalam satu jam yang singkat saja ia telah melakukan satu perbuatan yang mengakibatkan penyesalan seumur hidup. Lama setelah itu kejadian ini terlintas kembali dalam pikirannya, pada waktu perbuatan jahat yang dilakukan anaknya menekan jiwanya. PB1 182.4
Tidak lama setelah Yakub meninggalkan tenda bapanya, Esau masuk. Sekalipun ia telah menjual hak kesulungannya, dan meneguhkan jual beli itu melalui satu sumpah yang khidmat, sekarang ia bertekad untuk memperoleh berkat-berkatnya tanpa mengindahkan tuntutan dari saudaranya. Dengan perkara-perkara rohani terkait pula hak kesulungan terhadap perkara-perkara yang bersifat sementara, yang akan memberikan kepadanya hak sebagai kepala keluarga, dan juga hak untuk memiliki dua bahagian daripada harta kekayaan bapanya. Itulah berkat-berkat yang dapat ia hargai. “Bangunlah kiranya, ya bapaku,” katanya, “dan makanlah daripada perburuan anakmu, supaya hatimu memberkati akan daku.” PB1 183.1
Gemetar olehkarena rasa heran dan susah hati, bapa yang tua dan buta itu menyadari bahwa ia telah tertipu. Harapan yang sudah lama diidamidamkannya kini telah pudar, dan ia sungguh-sungguh merasakan kekecewaan yang tentunya menimpa anak sulungnya itu. Namun demikian satu keyakinan terlintas dalam pikirannya bahwa pimpinan Tuhanlah yang telah menggagalkan maksudnya, dan melaksanakan satu perkara yang dicobanya untuk mencegahnya. Ia mengingat kata-kata malaikat kepada Ribkah, dan sekalipun adanya dosa untuk mana Yakub sekarang ini bersalah, ia melihat bahwa Yakub adalah seorang yang paling cocok untuk melaksanakan maksud-maksud Allah. Sementara kata-kata berkat itu masih ada pada bibirnya, ia telah merasakan adanya Roh inspirasi di dalam dirinya; dan sekarang, setelah menyadari segala keadaannya, ia meneguhkan kembali berkat yang telah diucapkannya kepada Yakub: “Aku telah memberkati dia bahkan iapun akan diberkati juga.” PB1 183.2
Esau telah menganggap remeh berkat itu selagi itu masih ada pada jangkauannya, tetapi ia ingin memilikinya sekarang setelah itu hilang daripadanya untuk selama-lamanya. Segala kekuatan dari sifat alamiahnya yang penuh emosi dan nafsu itu, sekarang bangkit; kepedihan hati serta kemarahannya hebat sekali. Dengan tangisan yang memilukan ia berseru, “Berkati apalah akan dakupun, ya bapaku!” “Tiadakah bapa menyimpan satu berkat lagi bagiku?” Tetapi janji yang telah diberikan itu tidak dapai; ditarik kembali. Hak kesulungan yang dengan ceroboh telah dijualnya itu sekarang tidak bisa diperolehnya kembali. “Untuk sedikit makanan,” untuk pemuasan selera makan yang sementara yang tidak dapat dikendalikan, Esau telah menjual pusakanya; tetapi pada waktu ia menyadari kebodohannya, ia sudah terlambat untuk memperoleh kembali berkat itu. “Tiada ia mendapat kesempatan untuk bertobat, walaupun hal itu dicarinya dengan air matanya.” Ibrani 12:16, 17. Esau tidaklah ditutup dari kesempatan untuk berusaha agar ia diperkenankan Allah kembali melalui pertobatan, tetapi ia tidak mempunyai jalan untuk mendapatkan kembali hak kesulungan itu. Kepedihan hatinya bukanlah terbit olehkarena keyakinan akan dosanya; ia tidak berkemauan untuk diperdamaikan kepada Allah. Ia sedih olehkarena akibat-akibat daripada dosanya bukan olehkarena dosa itu sendiri. PB1 183.3
Olehkarena sikapnya yang acuh tak acuh terhadap berkat serta tuntutan ilahi, Esau di dalam Kitab Suci disebut sebagai “seorang yang fasik.” ayat 16. Ia mewakili orang-orang yang meremehkan nilai tebusan yang diadakan oleh Kristus bagi mereka, dan mau mengorbankan hak sebagai pewaris sorga untuk memperoleh perkara-perkara duniawi yang akan binasa. Banyak orang yang hidup untuk sekarang ini, dan tidak mempedulikan masa depan. Seperti Esau, mereka berseru, “Marilah kita makan dan minum, karena besok kita mati.” 1 Korinti 15:32. Mereka dikendalikan oleh nafsu; dan gantinya mempraktekkan penyangkalan diri, mereka mengabaikan pertimbangan-pertimbangan yang paling berharga. Jikalau salah satu harus ditinggalkan, pemuasan hawa nafsu yang tidak karuan ataukah berkat-berkat sorga yang dijanjikan hanya kepada orang-orang yang takut akan Tuhan dan suka menyangkal diri, maka tuntutan daripada hawa nafsu makan itu akan menang, di mana Tuhan dan sorga ditinggalkan begitu saja. Betapa banyak, sekalipun di antara orang-orang yang mengaku diri Kristen, berpegang kepada pemanjaan hawa nafsu yang merusak kesehatan dan menghilangkan kepekaan jiwa. Apabila tugas untuk membersihkan diri dari segala kecemaran tubuh dan roh, untuk menyempurnakan kesucian dalam takut akan Tuhan dinyatakan kepada mereka, maka merekapun merasa tersinggung. Mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa terus berpegang kepada pemuasan nafsu yang merusak itu, dan pada saat yang sama memperoleh sorga, dan merekapun mengambil kesimpulan bahwa olehkarena jalan menuju kepada hidup kekal itu amat sempit, merekapun tidak mau lagi mengikutinya. PB1 184.1
Banyak orang yang sedang menjual hak kesulungannya untuk memanjakan nafsunya. Kesehatan dikorbankan, kesanggupan mental dilemahkan, sorga ditinggalkan; dan semuanya itu ditukar hanya dengan sekedar untuk kepelesiran yang fana—satu pemanjaan yang sekaligus sifatnya melemahkan serta merusakkan. Sebagaimana Esau baru menyadari kebodohan dalam tindakannya yang tergesa-gesa untuk menjual hak kesulungannya itu, setelah terlambat untuk dapat mengganti kerugiannya, demikian pula pada hari Tuhan akan terjadi kepada mereka yang telah menjual hak mereka sebagai pewaris sorga untuk memperoleh pemuasan diri. PB1 185.1