Upaya untuk memperoleh keselamatan oleh perbuatan-perbuatan seseorang sendiri pasti membuat orang akan menumpuk tuntutan-tuntutan manusia sebagai suatu rintangan terhadap dosa. Karena, dengan mengetahui bahwa mereka gagal memelihara hukum, mereka akan merencanakan peraturan mereka sendiri untuk memaksa diri mereka menurutinya. Semua ini mengalihkan pikiran dari Allah kepada diri. Kasih-Nya padam dari hati, dan peraturan-peraturan itu membinasakan kasih kepada teman sesamanya. Suatu sistem penemuan manusia, dengan tuntutan-tuntutannya yang banyak, akan menuntun para pendukungnya menghakimi semua yang kurang dari standar yang ditentukan manusia. Suasana kritik yang mementingkan diri dan sempit mencekik emosi yang mulia dan murah hati, dan menyebabkan manusia menjadi hakim-hakim yang memikirkan diri sendiri dan pengintai-pengintai yang picik. KAB 139.1
Dari golongan inilah orang-orang Farisi. Mereka muncul dengan upacara-upacara agama mereka, tanpa merendahkan hati dengan merasakan kelemahan mereka sendiri, tidak bersyukur atas kesempatan-kesempatan besar yang telah diberikan Allah kepada mereka. Mereka tampil penuh dengan kesombongan rohani, dan tema mereka adalah, “Diriku, perasaanku, pengetahuanku, jalan-jalanku.” Hasil karya mereka menjadi standar yang olehnya mereka menghakimi orang-orang lain. Mengenakan jubah gengsi diri, mereka menduduki kursi pengadilan untuk mengritik dan menghukum. KAB 139.2
Manusia sebagian besar memiliki roh yang sama, mengganggu hati nurani dan saling menghakimi dalam hal-hal yang terdapat di antara jiwa dan Allah. Sehubungan dengan jiwa dan kebiasaan inilah sehingga Yesus berkata, “Janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” Yaitu, jangan membuat dirimu sebagai suatu standar. Jangan buat pendapatmu, pandanganmu tentang kewajiban, tafsiranmu tentang Kitab Suci, ukuran untuk orang-orang lain dan dalam hatimu menya-lahkan mereka jika mereka tidak memenuhi idamanmu. jangan mengritik orang-orang lain, menerka-nerka motif mereka dan menghakimi mereka. KAB 140.1
“Janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. la akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan la akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati.” 1 Korintus 4:5. Kita tidak dapat membaca hati. Diri kita salah, kita tidak memenuhi syarat untuk menghakimi orang-orang lain. Manusia yang terbatas hanya dapat menghakimi penampilan luar saja. Kepada-Nya saja yang mengetahui rahasia sumber perbuatan, dan yang memberi de-ngan lemah-lembut dan belas kasihan, diberikan wewenang untuk memutuskan kasus setiap orang. “Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.” Roma 2:1. Jadi orang-orang yang menghakimi atau mengritik orang lain, menyatakan diri mereka bersalah, karena mereka melakukan hal yang sama. Dalam menghakimi orang- orang lain, mereka menjatuhkan hukuman ke atas diri mereka, dan Allah menyatakan bahwa hukuman ini adil. Ia menerima putusan mereka sendiri terhadap diri mereka. KAB 140.2
Kaki-kaki kaku ini, yang masih di dalam lumpur,
Pergi meremukkan bunga-bunga tanpa akhir;
Tangan-tangan keras, bermaksud baik ini kita sodorkan
Di antara hati sanubari seorang sahabat. KAB 141.1