Sebelum menikah, setiap wanita harus menanyakan apakah pria yang akan dipersatukan dengan dia dalam pernikahan layak menjadi suaminya. Bagaimanakah dengan sejarah hidupnya? Apakah kehidupannya tidak bercacat? Apakah cinta yang diungkapkannya mulia dan tinggi derajatnya, atau apakah cintanya itu hanya berupa cinta yang berdasarkan emosi? Adakah padanya sifat-sifat tabiat yang akan menjadikan sang istri berbahagia? Dapatkah ia memperoleh damai dan kegirangan sejati dalam kasih suaminya? Apakah ia akan diperkenankan memelihara kepribadiannya atau haruskah pertimbangan dan angan-angan hatinya diserahkan pada pengendalian suaminya? Dapatkah ia menghormati segala tuntutan Juruselamat sebagai sesuatu yang paling utama? Apakah tubuh dan jiwa, pikiran dan maksud dipelihara dalam keadaan suci? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting hubungannya dengan kesejahteraan setiap wanita yang memasuki hubungan perkawinan. NBS 147.3
Biarlah wanita yang menghendaki suatu pernikahan yang penuh damai dan bahagia, yang dapat mengelakkan kesedihan dan kesusahan pada masa depan, menanyakan sebelum ia menyerahkan kasih sayangnya, Apakah kekasih saya masih mempunyai seorang ibu? Bagaimanakah keadaan tabiat ibunya? Adakah calon suami itu mengakui kewajibannya kepada ibunya? Apakah ia memperhatikan keinginan dan kebahagiaannya? Kalau ia tidak menghargai atau menghormati ibunya, apakah ia akan menunjukkan penghargaan dan kasih, kebaikan dan perhatian, terhadap istrinya? Apakah ia akan bersikap sabar terhadap segala kesalahan saya, atau apakah ia akan bersifat suka mengritik, suka memerintah dan berlaku seperti diktator? “Kasih-sayang sejati akan melupakan banyak kesalahan; cinta tidak akan menyimpannya.” NBS 147.4
Biarlah seorang wanita muda menerima sebagai teman hidup hanya seorang yang memiliki sifat-sifat tabiat yang suci dan gagah perkasa, seorang yang rajin, bercita-cita, dan jujur, seorang yang kasih dan takut akan Allah. NBS 147.5
Jauhkanlah mereka yang tidak tahu hormat; jauhkanlah seorang yang suka bermalas-malas; jauhkanlah yang mengejek perkara-perkara yang suci. Hindarkanlah pergaulan dengan seorang yang menggunakan bahasa yang kotor, atau yang sudah ketagihan minuman keras. Jangan dengarkan anjuran seorang yang tidak menyadari tanggung jawabnya kepada Allah. Kebenaran yang suci yang menyucikan jiwa akan memberikan keberanian kepadamu untuk memisahkan dirimu dari kenalan yang paling menyenangkan yang engkau ketahui tidak kasih dan takut akan Allah, dan tidak mengetahui apa-apa tentang prinsip-prinsip kebenaran sejati. Kita selamanya boleh bersikap sabar terhadap kelemahan dan kebodohan seorang sahabat, tetapi sekali-kali jangan terhadap kejahatannya. NBS 147.6