Oh, sekiranya saya dapat memberikan pengertian kepada semua orang tentang kewajiban mereka kepada Allah untuk memelihara organisme pikiran dan jasmani dalam kondisi yang terbaik agar dapat memberikan pelayanan yang sempurna kepada Khalik-Nya! Biarlah istri Kristen menahan diri, dalam perkataan dan perbuatan, dari merangsang hawa nafsu hewani suaminya. Banyak orang yang tidak mempunyai kekuatan sama sekali untuk dihabiskan ke arah ini. Sejak masa mudah mereka telah melemahkan otak dan tubuh oleh pemuasan hawa nafsu hewani. Penyangkalan diri dan pertarakan seharusnya menjadi semboyan kehidupan mereka setelah menikah. NBS 164.1
Kita mempunyai kewajiban yang serius kepada Allah untuk memelihara roh dalam keadaan suci dan tubuh dalam keadaan sehat, agar kita dapat bermanfaat bagi sesama manusia dan memberikan pelayanan yang sempurna kepada Allah. Rasul mengucapkan perkataan amaran ini: “Janganlah dosa itu memerintah di dalam dirimu yang fana, sehingga kamu menurut hawa nafsu.” Ia mendesak kita dengan mengatakan kepada kita bahwa “tiap-tiap orang perlawanan yang memahirkan diri di dalam permainan, bertahan di dalam segala sesuatu.” Ia menasihati semua orang yang menyebut dirinya Kristen agar mereka mempersembahkan tubuh “menjadi korban yang hidup lagi kudus dan yang berkenan kepada Allah.” Ia mengatakan: “Aku menyiksa tubuhku, dan aku memperhambakan dia, supaya jangan aku, yang sudah mengajar orang lain itu, sendiri akan terbuang.” NBS 164.2
Cinta yang menggerakkan seseorang untuk menjadikan istrinya suatu alat guna melayani hawa nafsunya bukannya cinta yang murni. Hawa nafsu hewanilah yang menuntut pemanjaan. Alangkah sedikitnya suami yang menunjukkan cinta mereka dalam cara yang dirinci oleh rasul: “Seperti Kristus juga sudah mengasihi sidang jemaat, dan menyerahkan Diri-Nya karenanya, supaya Ia bukannya (mencemarkannya, melainkan) menguduskan sidang itu; . . . supaya ia menjadi kudus dengan tidak bercela.” Inilah mutu cinta dalam hubungan pernikahan yang diakui Allah sebagai sesuatu yang suci. Cinta adalah suatu prinsip yang suci, tetapi hawa nafsu tidak mau dikekang, dan tidak mau diperintahkan atau dikendalikan oleh pertimbangan sehat. Hawa nafsu itu buta terhadap akibat-akibatnya; tidak dipertimbangkannya dari sebab kepada akibat. NBS 164.3