Dengan pinggang yang berikat, kaki bersepatu dan tongkat di tangan, bani Israel telah bersiap-siap, dalam suasana hening dan dipenuhi rasa takut tetapi disertai pengharapan, untuk menunggu perintah ilahi yang akan menyuruh mereka berangkat. Sebelum fajar merekah, mereka sudah berada dalam perjalanan mereka. Selama kutuk itu berlangsung, apabila penyataan kuasa Allah telah menyalakan iman di dalam hati budak-budak itu, dan telah menggentarkan penjajah-penjajah mereka, bani Israel secara berangsur-angsur telah berhimpun di tanah Gosyen; dan sekalipun keberangkatan mereka itu mendadak tetapi persiapan-persiapan telah diadakan untuk mengorganisir serta mengawasi seperlunya akan orang banyak yang sedang bergerak maju itu, dengan membagi-bagi mereka itu menjadi kelompok-kelompok dengan pemimpinnya masing-masing. PB1 292.1
Dan merekapun berangkatlah, “kira-kira enam ratus ribu orang laki-laki saja, lain daripada segala anak-anak. Dan lagi satu tentara besar dari pelbagai bangsa itupun berangkat bersama-sama dengan mereka itu.” Di dalam kelompok yang besar ini terdapat bukan saja mereka yang didorong oleh iman kepada Allah Israel tetapi dalam jumlah yang lebih besar adalah mereka yang hanya ingin untuk melepaskan diri dari kutuk itu, atau yang ikut ramai dan didorong oleh rasa ingin tahu. Golongan inilah yang merupakan satu penghalang dan satu jerat kepada orang Israel. PB1 292.2
Orang banyak itu juga membawa “kambing dan domba dan lembu dengan jumlah yang besar.” Semuanya ini adalah milik bani Israel yang tidak pernah menjual harta mereka kepada raja sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Mesir. Yakub dan anak-anaknya telah membawa kawanan kambing-domba mereka ke Mesir, dan mereka telah bertambahtambah. Sebelum meninggalkan Mesir, orang banyak itu, atas petunjuk Musa, telah menuntut satu ganti rugi akan kerja mereka yang tidak pernah dibayar; dan orang Mesir karena ingin sekali bebas dari kehadiran orang Israel ini, mereka tidak menolak tuntutan tersebut. Budak-budak itu berangkat dengan membawa harta yang banyak dari penjajah mereka. PB1 292.3
Hari itu merupakan kegenapan sejarah yang dinyatakan kepada Ibrahim dalam khayal yang berisi nubuatan berabad-abad sebelumnya: “Bahwa anak cucumu itu akan jadi orang dagang dalam negeri yang bukan mereka itu punya, dan mereka itu akan diperhambakan oleh orang isi negeri itu dan dianiaya empat ratus tahun lamanya; tetapi akan bangsa yang memperhambakan mereka itu, Aku akan menghukum dia, kemudian daripada itu mereka itu akan keluar dengan membawa harta yang amat banyak.” Masa empat ratus tahun itu telah digenapkan. “Maka pada hari itu juga Tuhan telah membawa segala bala tentara Israel keluar dari negeri Mesir.” Pada waktu berangkat meninggalkan negeri Mesir bani Israel telah membawa satu pusaka yang berharga, dalam bentuk tulang-tulang Yusuf, yang telah lama menunggu-nunggu kegenapan janji Allah, dan yang selama masa perbudakan yang gelap itu, telah menjadi sebagai satu pengingat kepada kelepasan Israel. PB1 293.1
Gantinya menempuh jalan yang langsung menuju ke Kanaan, yang terbentang di sepanjang negeri Filistin, Tuhan telah memerintahkan mereka untuk menuju ke selatan ke arah pantai Laut Merah. “Karena firman Allah: Kalau-kalau orang banyak itu menyesal apabila dilihatnya perang, lalu mereka itu kembali ke Mesir.” Kalau saja mereka telah mencoba berjalan melalui tanah Filistin, maka perjalanan mereka akan menemui rintangan; karena bangsa Filistin, dengan menganggap mereka itu sebagai budak-budak yang melarikan diri dari majikannya, tidak akan segan-segan berperang dengan mereka. Bani Israel sama sekali tidak bersedia untuk berhadapan dengan bangsa yang kuat dan suka berperang itu. Mereka mempunyai pengetahuan yang sedikit saja tentang Allah, demikian pula iman mereka kepada Dia, dan mereka akan merasa gentar dan kecewa. Mereka tidak bersenjata dan tidak biasa berperang, semangat mereka benar-benar tertekan oleh masa perbudakan yang lama itu, dan juga mereka dibebani oleh kaum wanita, anak-anak dan kawanan kambingdomba. Dalam memimpin mereka melalui jalan yang menuju ke Laut Merah, Tuhan telah menyatakan diriNya sebagai satu Allah yang berbelas kasihan serta adil. “Maka mereka itupun berjalanlah dari Sukot, lalu berhenti di Etam pada ujung padang belantara itu. Maka Tuhanpun berjalanlah di hadapannya, yaitu pada siang hari dalam sebatang tiang awan, hendak dihantarnya akan mereka itu di jalan, dan pada malam dalam sebatang tiang api, hendak diterangkannya mereka itu, supaya dapat mereka itu berjalan baik siang baik malam. Maka tiada dilalukannya tiang awan itu pada siang hari atau tiang api itu pada malam daripada pemandangan orang banyak itu.” Kata pemazmur, “Maka Iapun membentangkan sebuah awan akan menudungi mereka itu dan api akan menerangi pada waktu malam.” Mazmur 105:39. (Lihat juga 1 Korinti 10:1, 2). Lambang daripada Pemimpin mereka yang tidak kelihatan itu senantiasa menyertai mereka. Pada waktu siang awan itu menuntun perjalanan mereka serta menaungi orang banyak itu. Awan itu merupakan satu pelindung dari panas yang menyengat; embun serta hawanya yang dingin itu telah menjadikan padang pasir yang kering dan tandus itu dipenuhi kesegaran. Pada waktu malam awan itu menjadi tiang api,. yang menerangi tenda-tenda mereka dan memberikan jaminan kepada mereka akan kehadiran ilahi. PB1 293.2
Di dalam salah satu pasal yang paling indah dan amat menghiburkan dalam nubuatan Yesaya, disebutkan tentang tiang awan dan tiang api itu sebagai lambang daripada penjagaan Allah bagi umatNya di dalam pertarungan terakhir yang hebat melawan kuasa kejahatan: “Pada masa itu akan dijadikan oleh Tuhan sebuah awan berasap pada siang dan suatu cahaya api bernyalanyala pada waktu malam atas tiap-tiap rumah di bukit Sion; bahkan, atas segala sesuatu yang mulia itu akan ada tudungan. Maka pada masa itu akan ada sebuah pondok akan pernaungan daripada panas siang hari, dan akan perlindungan daripada air bah dan hujan yang deras.” PB1 294.1
Mereka berjalan menyeberangi padang belantara yang luas dan memenatkan. Mereka mulai bertanya-tanya arah mana jalan yang sedang mereka tempuh itu; mereka mulai merasa letih dengan perjalanan yang sukar sulit itu, dan beberapa dari antara mereka dipenuhi oleh rasa takut dikejar oleh orang Mesir. Tetapi awan itu berjalan terus dan mereka mengikutinya. Dan sekarang Tuhan memerintahkan Musa untuk berbelok ke satu daerah yang diapit oleh gunung-gunung batu, dan mendirikan kemah mereka di tepi laut. Telah dinyatakan kepadanya bahwa Firaun akan mengejar mereka tetapi Allah akan ditinggikan di dalam hal kelepasan mereka. PB1 294.2
Di negeri Mesir tersiar kabar bahwa Israel, gantinya berhenti di padang belantara untuk berbakti, telah berjalan terus menuju ke Laut Merah. Penasihat-penasihat Firaun memberitahukan kepada raja bahwa budak-budak mereka telah melarikan diri, dan tidak akan kembali lagi. Orang banyak di Mesir menyesali kebodohan mereka karena telah mempercayai bahwa kematian anak-anak sulung itu adalah akibat daripada kuasa Allah. Orangorang besar mereka, setelah berhasil mengatasi rasa takutnya, berpendapat bahwa kutuk-kutuk yang telah terjadi itu adalah merupakan akibat-akibat alamiah saja. Dengan tangisan yang getir mereka berseru, “Mengapakah kita telah melakukan hal ini, sehingga kita telah membiarkan Israel pergi, sehingga tiada lagi mereka itu jadi hamba kepada kita?” PB1 294.3
Firaun mengerahkan pasukannya, “enam ratus buah rata pilihan dan segala rata lain yang di Mesir,” pasukan berkuda, pemimpin serta tentara yang berjalan kaki. Raja sendiri, dengan dikawal oleh orang-orang besar di negaranya, telah memimpin pasukan penyerang itu. Untuk memperoleh pertolongan dewa-dewa dan dengan demikian memastikan sukses daripada usaha mereka itu, imam-imam juga turut bersama-sama dengan mereka. Raja telah bertekad untuk menakut-nakuti orang Israel dengan segala pertunjukan kekuatannya itu. Orang-orang Mesir takut jangan-jangan dengan menyerahnya mereka itu dengan secara paksa kepada Allah orang Israel, akan menjadikan mereka sebagai bahan ejekan di antara bangsa-bangsa lainnya; tetapi jikalau sekarang mereka pergi mengejar dengan segala kekuatan yang ada serta membawa budak-budak itu kembali, mereka akan dapat menebus kembali kehormatan mereka itu sebagaimana juga memperoleh kembali hamba-hamba itu untuk melayani mereka. PB1 295.1
Orang Ibrani mendirikan tendanya di tepi laut, yang airnya merupakan seolah-olah satu penghalang yang tidak mungkin untuk dilalui, sementara di sebelah selatan satu deretan gunung-gunung yang curam menghalangi perjalanan mereka. Tiba-tiba di kejauhan mereka melihat senjata serta rata yang berkilau-kilauan sebagai tanda datangnya satu bala tentara yang besar. Apabila rombongan itu datang lebih dekat lagi, mereka dapat melihat dengan jelas bahwa bala tentara Mesir dengan segenap kekuatannya sedang mengejar mereka. Kegentaran memenuhi hati orang Israel. Beberapa berseru kepada Tuhan, tetapi sebagian besar dari antara mereka dengan cepat mendatangi Musa dengan persungutan mereka, “Adakah sebab kurang kubur di Mesir, maka engkau membawa akan kami sertamu, supaya kami mati dalam padang belantara ini? Apakah macam perbuatanmu ini, yaitu engkau membawa akan kami keluar dari Mesir? Bolakkah kata kami kepadamu di Mesir: Lalulah engkau daripada kami dan biarkanlah kami diperhamba oleh orang Mesir? Karena daripada mati di padang belantara remaklah kami diperhamba oleh orang Mesir.” PB1 295.2
Musa merasa susah sekali karena bangsa ini harus menyatakan iman yang sekecil itu kepada Allah, sekalipun berulang-ulang mereka telah menyaksikan penyataan-penyataan daripada kuasaNya demi mereka. Bagaimanakah mereka dapat menuduh dia atas adanya situasi yang penuh dengan bahaya serta kesulitan itu, sedangkan ia sedang mengikuti perintah Allah yang telah dinyatakan? Memang benar, kelepasan mereka tidak mungkin untuk dilaksanakan kecuali Allah sendiri campur tangan; tetapi karena untuk mentaati petunjuk ilahi sehingga mereka telah berada dalam situasi ini, Musa tidak merasa takut akan akibat-akibatnya. Jawabnya yang tenang dan penuh kepastian itu adalah, “Janganlah kamu takut, pertetapkanlah hatimu, maka kamu akan melihat kelak pertolongan besar daripada Tuhan, yang diadakannya bagimu pada hari ini juga, karena adapun segala orang Mesir, yang kamu lihat pada hari ini, ia itu tiada kelihatan pula kepadamu sampai selama-lamanya. Bahwa Tuhan juga kelak berperang ganti kamu, dan kamu ini akan berdiam diri jua.” PB1 295.3
Bukanlah satu hal yang mudah untuk mengajak bangsa Israel itu untuk menunggu di hadapan Tuhan. Oleh karena kurang disiplin dan pengendalian diri, mereka menjadi ganas dan membabi buta. Mereka mengharapkan bahwa dengan segera mereka akan jatuh ke tangan sipenjajah itu; jeritan dan ratapan mereka terdengar nyaring dan menyayat hati. Tiang awan yang ajaib itu telah diikuti sebagai tanda dari Allah supaya maju terus; tetapi sekarang mereka bertanya-tanya di antara sesama mereka sendiri jangan-jangan tiang awan itu merupakan tanda akan datangnya suatu malapetaka yang hebat, karena bukankah itu telah memimpin mereka ke tempat yang keliru, ke satu tempat yang tidak mungkin dilalui? Dengan demikian malaikat Allah, atas pikiran mereka yang kacau itu, kelihatannya seperti mahluk yang diutus untuk memberitahukan datangnya bencana. PB1 297.1
Tetapi sekarang, apabila tentara Mesir itu mendekati mereka, dengan pengharapan akan dapat menjadikan mereka itu sebagai mangsa yang empuk, tiang awan itu naik dengan megahnya menjulang ke angkasa dan bergerak melewati orang-orang Israel, kemudian turun di antara mereka dan bala tentara Mesir itu. Satu dinding kegelapan mengantarai orang yang dikejar dengan orang-orang yang mengejarnya. Orang-orang Mesir tidak dapat lagi melihat kemah-kemah orang Ibrani, dan mereka dipaksa berhenti. Tetapi apabila kegelapan malam semakin pekat, dinding awan itu menjadi satu terang yang besar kepada orang Ibrani, memenuhi seluruh tenda-tenda mereka itu dengan terang seperti siang hari. PB1 297.2
Kemudian pengharapan berangsur-angsur menyala kembali di hati orang Israel. Dan Musa berseru kepada Tuhan. “Maka firman Tuhan kepada Musa, Mengapa engkau berseru kepadaKu? Suruhlah bani Israel berjalan dari sini. Dan engkau ini angkatlah tongkatmu, unjukkanlah tanganmu ke atas laut, belahkanlah airnya, supaya dapat bani Israel berjalan di tengahtengah laut di atas kekeringan itu.” PB1 297.3
Pemazmur dalam menggambarkan perjalanan Israel di atas laut itu, menyanyikan, “Maka pada laut adalah jalanmu dan lorongmu pada air besar-besar, maka tiada Engkau tinggalkan di belakangmu barang bekas tapak kakimu. Maka Engkau telah membawa akan segala umatMu seperti akan sekawan kambing domba, oleh perintah Musa dan Harun.” Mazmur 77:20, 21. Apabila Musa mengangkat tongkatnya, air laut itu terbelah dan Israel berjalan di tengah-tengahnya, di atas tanah yang kering, sementara air laut tegak di samping mereka seperti satu dinding. Terang dari tiang api Allah itu bersinar-sinar ke atas ombak yang berbuih-buih serta menerangi jalan yang membujur seperti satu garis besar menembusi air laut, yang kemudian hilang dalam kesamaran di pantai seberang. PB1 297.4
“Maka dikejar oleh orang Mesir akan mereka itu, diturutinya masuk dengan segala kuda Firaun dan segala ratanya dan segala orangnya yang berkuda itu ke tengah-tengah laut. Maka jadi pada waktu jaga pagi-pagi itu juga dipandang Tuhan dari dalam tiang api dan awan itu akan bala tentara orang Mesir, dikejutkannya bala tentara orang Mesir itu.” Awan yang misterius itu berubah menjadi satu tiang api di hadapan mata mereka yang keheran-heranan itu. Guntur bergemuruh dan kilat sabung menyabung, “Awan-awan yang kabus telah menuang air, dan awan-awan yang di ataspun bergetar, dan anak panahmupun sabung menyabunglah. Berkeliling adalah bunyi guruhmu dan halilintarpun menerangkan dunia, dan bumipun gempita dan gempalah.” Mazmur 77:18, 19. PB1 298.1
Orang Mesir ditimpa oleh kebingungan dan kekecewaan. Di tengahtengah amukan alam itu, di mana mereka mendengar suara dari Allah yang murka, mereka berusaha untuk mundur dan melarikan diri ke tepi pantai yang telah mereka tinggalkan. Tetapi Musa mengangkat tongkatnya dan air laut yang seperti tembok itu, dengan suara yang gemuruh dan bergelora telah melanda dan menelan mangsanya, dan orang-orang Mesir itu dikubur hidup-hidup di dalam laut yang dalam dan pekat itu. PB1 298.2
Keesokan paginya kelihatan kepada bangsa Israel sisa-sisa yang tinggal dari musuh mereka yang hebat itu—mayat-mayat yang terbungkus dalam baju perang bergelimpangan di tepi laut. Dari mara bahaya yang paling mengerikan, dalam waktu satu malam saja telah berubah menjadi satu kelepasan yang sempurna. Orang banyak yang tidak berdaya itu—budakbudak yang tidak biasa berperang, kaum wanita, anak-anak, ternak dengan lautan yang terbentang di hadapan mereka, dan bala tentara Mesir yang hebat mendesak dari belakang—telah melihat jalan mereka terbuka menembusi air laut, dan musuh mereka telah dihancurkan pada saat-saat mereka harap dengan segera akan beroleh kemenangan. Hanya Tuhan saja yang telah memberikan kelepasan kepada mereka, dan kepadaNya hati mereka telah terangkat dengan rasa syukur dan penuh iman. Perasaan mereka itu telah tercetus dalam satu nyanyian puji-pujian. Roh Allah turun ke atas Musa, dan ia telah memimpin orang banyak dalam satu nyanyian terima kasih dalam satu suasana kemenangan, satu nyanyian yang paling tua dan paling mulia yang diketahui oleh manusia. PB1 298.3
“Aku hendak menyanyi bagi Tuhan, karena tinggi benar kemuliaanNya;
Telah dicampakkannya kuda serta dengan orang yang mengendarainya ke dalam laut
Bahwa Tuhan juga kuatku dan kepujianku.
Karena la telah mengadakan selamatku:
Ia inilah Aliahku, dan aku hendak memuji Dia;
Ialah Allah bapaku, dan aku hendak membesarkan Dia.
Bahwa Tuhanlah panglima perang:
Yehova itulah namaNya.
Segala rata Firaun dan segala balatentaranya telah dicampakkannya ke dalam laut,
Dan segala hulubalangnya yang pilihanpun telah ditenggelamkan dalam laut Kolsum.
Mereka itu telah diliputi lautan,
Dan seperti batu tenggelamlah mereka itu ke dalam lubuk.
Ya Tuhan, tangan kananmu telah dipermuliakan dengan kodrat,
Ya Tuhan, tangan kananmu telah menghancur-luluhkan musuh. . . .
Ya Tuhan, siapakah gerangan di antara segala dewata yang dapat disamakan dengan Dikau?
Siapa gerangan seperti Engkau dipermuliakan dalam kesucian,
Hebat dalam puji-pujian serta yang mengadakan perkara ajaib? . . .
Demikianlah peri Engkau telah menghantar akan orang banyak ini yang telah Kau tebus oleh kemurahanMu:
Oleh kodratMu Engkau telah menghantar mereka itu dengan pelahan-lahan sampai kepada rumah kesucianMu yang sedap.
Kedengaranlah ia itu kepada segala bangsa, maka gemetarlah mereka itu. . . .
Kegentaran berlaku atas mereka.
Mereka itu menjadi beku seperti batu oleh kebesaran kuasaMu,
Supaya segala umatMu berjalan terus, ya Tuhan,
Supaya berjalan terus segala umat yang telah Kauperoleh.
Engkau akan membawa mereka itu masuk dan menetapkan mereka itu di atas bukit milikMu,
Di tempat yang telah Kau jadikan kedudukanMu, Ya Tuhan.” Keluaran 15:1-17. PB1 299.1
Seperti suara air yang bergemuruh, nyanyian yang mulia itu terangkat naik dari segenap bangsa Israel yang besar itu. Nyanyian ini dinyanyikan oleh k’aum wanita Israel, dan Miryam, saudara Musa itu, berjalan di depan sementara mereka itu mengiringkan dia sambil menabuh rebana dan menari. Jauh di atas padang pasir dan laut itu menggema lagu yang penuh dengan kegembiraan, dan gunung-gunung memantulkan kata-kata pujian mereka itu: “Pujilah Tuhan karena Ia telah menang dengan sangat gemilang.” PB1 299.2
Nyanyian ini dan kelepasan besar yang diperingatinya, telah meninggalkan satu kesan yang tidak pernah akan dapat dihapuskan dari bangsa Ibrani. Dari zaman ke zaman nyanyian itu dilagukan kembali oleh nabi-nabi dan penyanyi-penyanyi Israel, yang menyaksikan bahwa Tuhan adalah kekuatan dan kelepasan mereka yang berharap kepadaNya. Nyanyian itu bukanlah milik orang Yahudi saja. Itu menunjuk ke depan kepada kebinasaan daripada segala musuh kebenaran dan kemenangan terakhir daripada bangsa Israel milik Allah. Nabi yang ada di Pulau Patmos melihat orang banyak yang berjubah putih yang telah “memperoleh kemenangan,” berdiri di tepi laut kaca yang bercampur dengan api,” memegang “kecapi Allah. Dan mereka menyanyikan nyanyian Musa hamba Allah itu dan nyanyian Anak-domba itu.” Wahyu 15:2, 3. PB1 299.3
“Bukannya kami, ya Tuhan! bukannya kami, melainkan namaMu jua dipermuliakanlah, oleh karena kemurahanmu dan kebenaranmu.” Mazmur 115:1. Inilah roh yang memenuhi nyanyian kelepasan Israel dan roh inilah yang harus menempati hati semua orang yang kasih dan takut akan Allah. Dalam membebaskan jiwa kita daripada perhambaan dosa, Allah telah mengadakan bagi kita satu kelepasan yang lebih besar daripada yang telah dialami oleh orang Ibrani di Laut Merah. Seperti orang Ibrani, kita harus memuji Tuhan dengan hati dan jiwa dan suara atas “pekerjaanNya yang ajaib bagi manusia.” Mereka yang merenung-renungkan akan rahmat Allah yang besar, dan tidak melupakan pemberian-pemberianNya yang kecil-kecil, dengan penuh kegembiraan akan menyanyi dalam hatinya untuk memuji Tuhan. Berkat-berkat yang kita terima dari tangan Allah setiap hari dan, di atas segala sesuatunya, kematian Yesus yang telah memungkinkan kebahagiaan serta sorga ada pada jangkauan kita, haruslah menjadi tema ucapan syukur kita. Betapa besarnya belas kasihan dan dan cintaNya, yang telah ditunjukkan Allah kepada kita, orang berdosa, yang sesat, dalam mempersatukan kita dengan diriNya, di mana kita ini menjadi harta yang terpilih kepadaNya! Betapa besarnya pengorbanan yang telah diadakan oleh Penebus kita sehingga kita ini dapat disebut sebagai anak-anak Allah! Kita harus memuji Allah atas pengharapan yang berbahagia yang dinyatakan kepada kita di dalam rencana penebusan yang besar itu, kita harus memuji Dia atas harta sorga dan segala janjiNya yang berkelimpahan; pujilah Dia karena Yesus hidup untuk menjadi pengantara kita. PB1 300.1
“Barangsiapa yang menaikkan puji,” kata Khalik itu, “ia mempermuliakan akan Daku.” Mazmur 50:23. Segenap penduduk sorga bersatu padu dalam memuji Allah. Biarlah kita mempelajari nyanyian-nyanyian malaikat itu sekarang agar kita dapat menyanyikannya bilamana kita bergabung dengan rombongan mereka yang bersinar-sinar itu. Biarlah kita katakan bersama- sama dengan pemazmur, “Bahwa aku hendak memuji Tuhan seumur hidupku lamanya, serta menyanyikan mazmur bagi Aliahku selagi aku ini ada.” “Biarlah segala bangsa memuji akan Dikau, ya Allah! bahkan, segala bangsa memuji akan Dikau.” Mazmur 146:2; 67:4. PB1 300.2
Allah di dalam pimpinanNya membawa orang Ibrani ke daerah di mana terdapat gunung-gunung yang tinggi dekat laut agar Ia dapat menyatakan kuasaNya dalam kelepasan mereka, dan dengan nyata merendahkan segala kesombongan sipenjajah itu. Sebenarnya Ia dapat melepaskan mereka dengan cara yang lain, tetapi Ia telah memilih cara ini untuk menguji iman mereka serta menguatkan kepercayaan mereka di dalam Dia. Orang banyak merasa letih dan gentar, tetapi jikalau mereka menolak pada waktu Musa menyuruh mereka untuk maju terus, maka Allah tidak akan pernah membuka jalan bagi mereka. Adalah oleh “iman” bahwa “mereka telah melewati Laut Merah di atas tanah yang kering.” Ibrani 11:29. Dengan maju terus sampai ke dalam air, mereka menunjukkan bahwa mereka percaya akan firman Allah sebagaimana yang diucapkan oleh Musa. Mereka melakukan segala sesuatu yang mampu untuk mereka lakukan, dan kemudian Yang Mahakuasa orang Israel membelah laut itu untuk menyediakan jalan bagi mereka. PB1 301.1
Pelajaran besar yang dikemukakan di sini berlaku untuk segala zaman. Sering kehidupan orang Kristen dikelilingi oleh mara bahaya, dan kelihatannya tugas sangat sulit untuk dilaksanakan. Pikiran dipenuhi oleh gambaran tentang kehancuran yang akan datang, dan dari belakang perhambaan atau kematian sedang mendesak. Namun demikian dengan jelas suara Allah berkata, “Maju terus.” Kita harus mentaati perintah ini, sekalipun mata kita tidak dapat menembusi kegelapan itu, dan kita merasakan adanya ombak yang dingin di kaki kita. Segala halangan yang merintangi kemajuan kita tidak akan pernah hilang di hadapan hati yang bimbang dan ragu-ragu. Mereka yang menunda penurutan sampai kepada saat bilamana setiap bayangan daripada hal-hal yang tidak menentu itu hilang sama sekali, dan menunggu sampai tidak ada lagi kemungkinan-kemungkinan untuk kalah atau gagal, mereka itu tidak akan pernah menurut sama sekali. Bisikan yang disertai sikap tidak percaya, “Biarlah kita menunggu sampai segala penghalang itu hilang sama sekali dan kita dapat melihat jalan kita dengan jelas,” tetapi iman dengan penuh keberanian mendesak untuk maju terus dan berharap akan segala sesuatu, percaya akan segala sesuatu. PB1 301.2
Awan yang bagi orang Mesir merupakan satu dinding kegelapan, bagi orang Ibrani merupakan satu pancaran cahaya yang besar yang menerangi seluruh kemah-kemah mereka, dan memancarkan terang kepada jalan yang ada di hadapan mereka. Demikian pula halnya dengan Pimpinan Ilahi, bagi orang yang tidak percaya itu mendatangkan kegelapan dan putus asa, sementara bagi orang yang berharap itu dipenuhi oleh terang dan damai Jalan di mana Allah memimpin boleh jadi melalui padang pasir atau laut tetapi itu adalah satu jalan selamat. PB1 301.3